WEDDING STORY: Bagaimana Kami Berjumpa

Sepertinya, pertanyaan yang sering diutarakan oleh keluarga, teman, dan orang-orang pasca-nikah adalah bagaimana saya dan istri bisa saling kenal satusama lain. Ada yang menduga kalau kami bisa saling kenal lewat social media, ada pula yang beranggapan kalau kami dijodohkan oleh orang tua. Seri tulisan kali ini akan menguraikan kronologi bagaimana awal mula perjumpaan saya dengan calon istri. Sedikit menambah khazanah cerita pernikahan, dibalik banyaknya cerita-cerita versi lain.


Maha Suci Allah SWT yang telah menciptakan mahluk-Nya berpasangan. Kemudian Allah SWT memberikan kekuatan kepada mahluk-Nya untuk berjumpa dengan masing-masing pasangannya melalui kejadian-kejadian yang tidak bernah terpikir dan terbayangkan sebelumnya. Begitulah janji Allah SWT yang termaktub dalam kitab suci-Nya. Tugas kita sebagai hamba adalah berusaha sekuat tenaga untuk selalu menggunakan cara-cara yang baik selama proses ikhtiar berjumpa, bertemu,  dan melangsungkan pernikahan dengan pasangan.

Tahap I: Kronologi

Awal cerita bermula ketika saya pergi sosialisasi kampus STAI Darul Kamal ke SMAN 1 Wanasaba. Perginya pun secara dadakan, berangkat berdua bersama Bapak H.Ismail,M.Pd (salah satu dosen di Kampus STAI), karena beberapa kali rapat tetapi belum sempat-sempat pergi bersama tim karena diundur-undur. Kemudian Bapak H.Ismail,M.Pd bilang “Sepertinya kita berdua aja yg pergi, karena kalau kita nunggu yg lain g akan jadi-jadi (berangkat)“. Ya udah berangkat. Nyampe di sekolah, mau ketemu kepala sekolahnya tapi kebetulan guru-gurunya pada rapat persiapan UN. Oleh kepala sekolahnya kita disuruh ketemu guru BP. Terus masuklah kita ke ruang BP, kebetulan juga di sana ada bapaknya calon istri, sepertinya karena beliau guru senior jadi g ikut rapat. Salam lah saya sama Bapak H.Ismail,M.Pd sama Beliau. Karena Bapak H.Ismail,M.Pd mantan muridnya dulu waktu SMP, jadi dikenal. Kemudian Bapak H.Ismail,M.Pd kenalin saya sama Beliau. Habis ngobrol sama guru BP tentang maksud kedatang kita, kita lanjut ngobrol sama bapaknya calon istri. Ngomong panjang lebar lah. Beliau certia kalau ada anaknya yg ngabdi jd dosen di STAI Darul Kamal dan sebentar lagi mau nikah katanya, nah waktu itu kita diundang untuk bisa menghadiri acaranya. Terus beliau lanjut certia tentang anaknya yang sedang sekolah kedokteran di UNRAM dan sebentar lagi mau selesai. Ya saya dengar-dengar aja sih, g komentar apa-apa, cuman nyimak kapan Bapaknya nyebut nama anaknya buat disimpan dikepala. Pada akhirnya disebut juga. Hehe. Pulang dari sana (SMAN 1 Wanasaba) baru nanyak sana sini tentang target (calon istri). Terus mulai bercerita ke Pak Ma’as -salah satu staf di Kampus STAI Darul Kamal- saya pilih Pak Ma’as karena Beliau care-nya tinggi dan bisa jaga rahasia, g cerita ke orang lain. Kata Pak Ma’as ayo kita ke rumahnya, ketemu langsung ke bapaknya. Saya bilang jangan dulu, karena saya belum kenal sama orangnya, takutnya nanti dia sudah tunangan atau punya pacar jadi g enak rebut punya orang. Hehe. Trus Pak Ma’as coba hubungi kakaknya yg ngajar di STAI Darul Kamal, dan jawaban kakaknya “Kebetulan sekali orang dirumah juga lagi ngomong-ngomong tentang ini” sepertinya gayung bersambut, ya sudah ada peluang. Trus Pak Ma’as dapat kontaknya calon istri buat dikasih ke saya. Saya bilang “G enak kl kita sms atau wa orang kalau kita g kenal atau ketemu dulu“. Brangkat dari sini saya minta bantuan Pak Ma’as dan Kakaknya calon istri untuk fasilitasi buat ta’aruf. Kita sepakat pilih lokasi di mataram, karena calon istri g bisa pulang sibuk mau persiapan ujian akhir untuk mendapatkan gelar dokter. Pendek cerita kita ketemu, trus saling cerita panjang lebar, sebelum pisah saya minta izin buat kontak calon istri via wa untuk bisa ta’aruf lebih lanjut.

Dan setelah kenal cukup banyak, saya beranikan diri untuk ketemu bapaknya. Berangkatlah saya sama Pak Ma’as ke rumahnya buat utarakan maksud serius. Trus bapaknya cerita, kalau anaknya bilang ke beliau bahwa hal yg paling berkesan selama proses pertemuan di mataram adalah “Kok ada cowok yg minta izin buat sms atau wa lebih dahulu sebelum kirim pesan”. Ternyata ini yang menjadi daya jual saya. Barulah, bapaknya bilang “Pak Haji (saya) tenang saja, masalah ini biar saya yg tangani, dia g akan diambil sama orang”. Pulang dari sana baru saya cerita ke orang tua dan responnya sangat positif.

Tahap II: Ta’aruf

Dalam proses ta’aruf kita menggunakan media wa sebagai sarana komunikasi. Karena selama proses ta’aruf kita sepakat untuk tidak saling bertemu dan telpon-telponan. Maksud dari ta’aruf adalah untuk bisa lebih mengenal sosok peribadi satu sama lain baik sisi background pendidikan, keluarga, dan pandangan hidup. Salah satu hal yang paling krusial bagi saya untuk ditanyakan ke calon istri adalah apakah dia pernah ikut organisasi keagamaan selama menjadi mahasiswa di kampus. Karena secara penampilan, calon istri biasa menggunakan gamis dan jilbab lebar. Sehingga untuk memastikan lebih lanjut persepsi kami terkait ideologi (mazhab) dalam beragama tidak bertolak belakang satu sama lain. Dan alhamdulillah, respon dari calon istri dia hanya sekedar aktif di kajian-kajian islam yang diadakan oleh fakultas. Karena kami berasal dari latar pendidikan yang berbeda -saya teknik dan calon istri kesehatan- hal lain yang didiskusikan adalah seputar gaya hidup, bagaimana kebiasaan dan aktifitas sehari-hari, serta project pribadi dan rencana pribadi ke depan seperti apa.

Kurang lebih 1 bulan lamanya kami melakukan proses ta’aruf. Setelah beberapa informasi penting dirasa sudah digali dan didapat dari satu sama lain dan ternyata dari informasi tersebut kita memiliki ketertarikan dan kesamaan, kita beranikan diri untuk berlanjut ke tahap berikutnya yakni lamaran. Tujuan dari lamaran adalah untuk ‘mengunci’, bahwa sebentar lagi wanita yang dilamar akan dinikahi. Sehingga selama proses persiapan pernikahan, jikalau ada pria yang bermaksud datang melamar akan ‘ditolak’ oleh keluarga perempuan. Karena secara hukum agama, haram hukumnya meminang (melamar) di atas pinangan orang lain.

WEDDING STORY: Bagaimana Kami Berjumpa

WEDDING STORY: Undangan Nikah

Setelah proses lamaran dan administrasi KUA rampung. Prosesi aqad dan resepsi menjadi agenda diskusi antara saya dan calon istri. Pertama-tama hal yang perlu dipersiapkan adalah kartu undangan, untuk menginformasikan ke karib-karabat, teman-sejawat, guru-dosen, dan khalayak rame bahwa kami akan segera menikah dan segaligus minta do’a restu. Kami sepakat bahwa undangan yang akan dibuat harus kami desain sendiri dengan maksud supaya ada hal-hal yang bisa dikenang dikemudian hari. Berangkat dari sana, kami melakukan sedikit survey terkait model-model ‘wedding invitation’ zaman now. Awalnya pingin mengangkat konsep ‘flat design’, akan tetapi karena kami tinggal dikampung dimana belum banyak yang terbiasa melihat ‘flat design’ jadilah kami beralih ke konsep minimalis dengan warna biru sebagai warna dasarnya. Warna biru dipilih karena kami sama-sama suka warna tersebut :-D. Terkait dengan konten undangan, kita sepakat untuk langsung ‘to the point’, mengesampingkan kata-kata puitis dan pesan-pesan ala-ala undangan zaman old.

Akhirnya bentuk undangan yang kami buat ada 2 versi, versi statis dan versi dinamis. Berikut tampilan undangannya.

Undangan Nikah

WEDDING STORY: Undangan Nikah